Ketika
saya sedang asyik terlelap dalam perjalanan menuju Singapore, saya terbangun oleh suara-suara orang yang hendak turun
dari bus. Bus yang saya naiki adalah double-decker, dansaya kebetulan berada di
deck atas (susah untuk melihat kondisi jalan dan bangunan di bawah). Saya pikir
kita sudah sampai di Imigrasi Malaysia dan bersiap untuk dilakukan pengecekan
paspor. Cukup banyak penumpang yang turun saat itu, mungkin sekitar 40% dari
total semua penumpang. karena saya pikir ini adalah imigrasi Malaysia, saya
punsegera mengambil tas saya, turun dan mencari kantor imigrasinya. Ternyata,
ini bukan kantor imigrasi, hanya terminal biasa. Saya pun hendak kembali lagi
ke bus karena dugaan saya salah. Namun, saat saya kembali ke bus, ternyata bus
sudah pergi meninggalkan saya. Akhirnya, saya pun tersadar bahwa saya
ketinggalan bus, dan saya beraada di terminal Johor Bahru.
Kemudian
saya bertanya pada seorang melayu di sana, bagaimana cara agar mencapai Singapore
secepatnya. Sedangkan saat itu jam masih menuukkan pukul 04.00. ternyata saya
masih harus menunggu bis pertama ke Singapore pukul 4.30. Setelah itu,
sayaterus bergantung pada orang melayu tersebut, dengan bus apa dia pergi, maka
saya pun mengikutinya. Setelah bus datang, saya kemudian naik dan membayar 2
RM. Setelah naik bus tersebut, saya pun masuk ke Imgrasi Malaysia, kemudian
dilanjutkan ke imigrasi Singapore. Menurut saya, imgigrasi Malysia jauh lebih
bagus ketimbang imigrasi Sipngapore, tetapi pengawasasn yang diberikan jauh
lebih ketat di imgrasi Singapore. Sebelum masuk ke dalam Singapore, kita perlu
menuliskan sebuah blangko kedatangan terlebih dahulu. Setelah masuk imigrasi
Singapore, kemudian saya tertinggal jejak dengan orang Melayu tadi. Alhasil,
saya pun juga tertinggal bis yang tadi saya naiki. Akhirnya, saya pun naik bus Rapid Transit (bus dalam kota) Singapore
(yg sudah menggunakan kartu EZLink sebagai pembayarannya). Untungnya, saya
masih punya kartu EZ link 2 tahun yg lalu ketika saya berkunjung ke Singapore,
dan masih ada saldo sekitar 7 SGD. Sehingga, bisa untuk naik bis dan MRT di
dalam singapore.
Akhirnya,
saya turun dari bis di MRT Station “Woodlands”.
Sampai di Woodlands, waktu baru menunjukkan pukul 05.00. sedangkan MRT di
Singapore sudah mulai beroperasi. Tetapi, timbul suatu maslaah baru, karena
saya belum sempat membeli 1 dollar Singapore-pun di Malaysia.hanya ada ringgit
dan rupiah di dompet. Maka pada hari itu saya tidak membawa uang cash dollar
sedikitpun. Sedangkan tujuan pertama saya adalah ke NTU
(Nanyang Technological University), di daerah Jurong West. Saya tahu harus turun di Boon Lay MRT Station untuk
menuju ke sana, tetapi saya tidak ada 1 dollar singapura pun untuk membeli SIM
Card Singapore dan menghubungi teman saya. Perlu diketahui, station Boon Lay
ini terintegrasi dengan mall Jurong
Point. Saya pergi ke stasiun Boon Lay, kemudian saya cari money changer di
sana. Ternyata belum ada yang buka. Kata petugas di sana, bukanya money changer
tersebut sekitar jam 10-11. Tak mau membuang waktu, saya pun segera berkeliling
mall untuk orientasi tempat. Akhirnya, saya menemukan ruangan dekat tangga
darurat untuk menunaikan sholat shubuh. Di Singapore memang tidak ada musholla
yang disediakan, sehingga kita akan sedikit kwsulitan jika akan menunaikan
ibadah sholat 5 waktu. Akhirnya, setelah merenung berfikir selama 1 jam, saya
putuskan untuk “nekat” pergi ke NTU tanpa memberitahu teman saya terlebih
dahulu.
Setelah
menunggu sekitar 2-3 jam di Boon Lay (Jurong
Point Mall),saya pun berusaha untuk minta pertolongan uang pada orang-orang
sekitar. Ada 2 orang ibu-ibu melayu yang saya tanya bersediakah uang dollar
singapore nya saya beli dengan Ringgit, ternyata ibu-ibu itu menolak dengan
mentah, ckck ... individualisme di Singapore sudah kuat sekali ternyata.
Karena
tak maumenunggu lama, akhirnya saya nekat untuk tetap naik bus menuju ke dorm
teman saya di NTU. Kebetulan, saya sedikit lupa nomor berapa dorm teman saya
itu. Saya hanya ingat bahwa hall of residence / dorm number-nya sekitar nomor
belasan. Kalau gak 13 ya 14. Kemudian saya lihat di peta yang ada sdi station,
ternyata ada 2 bus yang menuju ke NTU. Saya pun mencoba naik bus pertama, yakni
bus jurusan 201. Setalah saya naik, memang bus tersebut melewati NTU, tetapu
ternyata tidak melewati asrama teman saya. Akhirnya saya pun kembali ke Jurong
Point di BoonLay -_-“. Kemudian, saya kembali naik bis jurusan 199 (bus satunya yang menuju ke NTU). Alhamdulillah,
bus tersebut membawa saya ke asrama teman saya. Sesampainya di asrama teman
saya, saya melihat di depan pintu bahwa penghuninya ternyata sudah bukan teman
saya, saya ketuk pintu pun tidak ada yang membalas. Akhirnya saya serba bingung
waktu itu. Alat komunikasi tidak ada, tidak punya dollar singapore sedikitpun,
dan bingung harus ke mana untuk menunggu pukul 10-11.
Akhirnya,
muncul ide untuk menghubungi teman saya via Facebook. Sayapun menuju ke LeeWeeNam Library NTU dengan
menggunakan shuttle bus dan mengakses internet di sana menggunakan username dan
password dari teman saya (Amar) 2
tahun yg lalu. Usut punya usut, ternyata username dan password di sana diubah
secara periodik setiap 6 bulan. Dan ternyata, username dan pasword yang saya
gunakan ini termasuk putaran yang ke sekian kalinya setelah password itu
diganti (sungguh beruntungnya saya waktu itu!). Setelah saya connect ke
internet, saya pun menghubungi teman-teman saya dengan menggunakan FB Message.
Saya juga berniat membeli 20SGD dari teman saya daripada harus repot-repot
menuju ke money changer. Setelah menunggu setengah jam, akhirnya teman saya (Agung) pun datang ke Perpustakaan
dengan membawa 20 SGD. Saya pun senang karena teman saya sudah memahami
keberadaan saya saat itu di Singapore. Kemudian, saya pun sarapan di kantin
kampus, saya makan nasi lemak ayam (menu favorit saya). Lalu, di sana saya
bertemu dengan teman saya yang tadi saya gunakan username nya untuk connect
internet (Amar). Setelah itu, saya pun
menuju ke Perpustakaan lagi untuk online dan membuka social media. Tak selang beberapa
lama, saya akhirnya bertemu dengan teman saya yang lain (Yudho) yang menghampiri saya di perpustakaan. Karena agung siangnya
hendak ada ujian, dan Amar juga ada kuliah, maka mereka pun meninggalkan saya,
dan saya ditemani oleh Yudho di dalam perpustakaan.
Setelah
sholat dhuhur di kampus, saya pun berkumpul dan bercerita banyak kepada teman2
saya di NTU, ada Yudho, Amar, Agung, dan Arif. Kami serasa reuni SMA lagi, hehe.
Setelah itu, kami menyempatkan foto bersama di depan Club House NTU.
Selepas
dari NTU, saya pun berjalan2 sebentar. Karena sudah familiar dengan daratan Singapura,
maka saya pun tak asing lagi dalam mengidentifikasi station2 MRT yang ada.
Tujuan
pertama saya adalah ke Chinatown, di
sini saya hanya melihat-lihat saja. Tidak ada hal menarik yang saya lihat waktu
itu. Hanya pedagang-pedagang khas Chinatown saja. Saya pun sholat di pojok
dekat dengan tangga di sebuah gedung di Chinatown. Yah, memang begitulah
perjuangan untuk sholat di Singapore :D
Setelah
dari Chinatown, saya pun menuju Bugis
untuk membeli oleh-oleh. Pertama saya ke Bugis
Junction untuk sekedar melihat-lihat, kemudian saya menuju ke Bugis Street untuk membeli beberapa
cinderamata kaos dan mem-flash-back perjalanan saya 2 th silam di tempat yang
sama. Bugis Street adalah tempat yang paling terkenal di Singapore jika kita
mau membeli cenderamata / oleh-oleh di sana. Sama seperti Petaling Street di
Kuala Lumpur.
Puas
setelah berjalan-jalan di seputaran Bugis, saya pun berniah kembali ke KL. Saya
berniat untuk ke Johor Bahru terleih dahulu, baru kemudian naik bus lagi ke KL,
karena harga yang ditawarkan lebih murah ketimbang saya langsung dari Singapore
ke KL. Saya pun membeli tiket bus tak jauh dari Bugis untuk menuju ke Johor
Baru. Tiketnya hanya 2 SGD, cukup murah.
Setelah
saya naik bus, sekitar 1 jam kemudian saya sudah sampai di Imigrasi Singapore.
Setelah dilakukan pengecekan paspor dsb, saya pun kembali ke bus, tak ada
masalah. Tetapi ketika saya masuk ke imigrasi Malaysia, masalah baru muncul,
karena ternyata saya lagi-lagi ketinggalan bis menuju ke Johor Baru. Ya,
benar-benar ketinggalan. Padahal sudah saya usahakan untuk bergerak sangat
cepat di dalam imigrasi, tetapi ternyata bis sudah meninggalkan saya. Bis-bis
di semenanjung melaka memang terkenal sangat cepat bila melewati imigrasi
negara, dan wajar jika meninggalkan penumpang yang terlalu lama di imigrasi.
Bingung
hendak naik apa saya ke Johor Baru (sedangkan saya masih di dalam imigrasi
dimana banyak bis-bis yang sedang parkir menunggu para penumpangnya berurusan
dengan imigrasi), maka saya pun nekat untuk menunmpang sebuah BAS PEKERJA dari Singapore menuju ke
Malaysia. Ya, saya hanya nekat naik ke dalam bis tanpa lapor supir dan tak tahu
ke arah mana bis ini akan melaju. Sepanjang perjalanan, saya amati tujuan dan
arah bis, ternyata memang benar, ke Johor Baru. Tetapi tak lama kemudian,
penunjuk arah yang ada di jalan tiba-tiba berubah menjadi Kulai, dan arah Johor
Baru digambarkan memutar balik. Saya pun cuek, dalam hati saya, “Ah semoga saja bis ini nantinya malah
langsung menuju KL”.
Setelah
satu per satu penumpang turun, tinggallah saya 1 dari 4 penumpang dalam bis yang
belum turun. Kemudian supir bis bertanya pada saya (yang kebetulan duduk di
deretan depan). “Hendak turun mana kau,
bang?”, kata kapten bas (supir). Karena saya bingung mau menjawab apa, saya
pun menjawab : “Saya sebenarnya mau ke
KL, bang. Saya kira bis ini menuju KL, sepertinya tadi saya salah naik bas di
imigasi (ngeles,haha). Lalu bagaimanaya bang? Ya sudah, saya turunkan di sini
saja deh bang ...“. Akhirnya, saya pun diturunkan di pinggir jalan besar
dan hanya membayar 3RM sebagai ongkos dari Imigrasi Malaysia. Saya membaca
tulisan-tulisan setempat, ternyata saya berada di daerah Kulai. Saya buka peta yang saya bawa, ternyata Kulai tak jauh
berada dari Johor Bahru, tetapi sudah beda kota. Akhirnya saya mencari 7eleven
terdekat dan bertanya-tanya tentang cara menuju KL ke orang-orang di sekitaran
sana. Akhirnya, saya mendapat petunjuk utnuk menuju ke terminal Lakin di Kulai, Johor untuk bisa melanjutkan dengan bis
besar ke Kuala Lumupur. Untuk menuju ke terminal Lakin, saya harus naik bus
dari situ. Saya ikuti saran tersebut, kemudian saya menunggu bis di pinggir
jalanuntuk menuju ke terminal Lakin.
Setelah
saya menunggu 20-25 menit ternyata bus tak kunjung datang, saat itu memang
sudah larut malam, pukul 21.30. tiba-tiba ada sebuah mobil van berhenti
menghampiri saya. Di dalamnya terdapat seorang pria dengan istrinya (mungkin)
dan kedua anaknya. Mereka bertanya hendak ke mana saya. Saya pun menjawab
hendak ke KL, melalui terminal Lakin. Lalu mereka berbicara bahasa mandarin dan
kemudian menawarkan jasa untuk mengantarkan saya ke terminal tsb. Saya pun
berterima kasih dan setuju.
Sesampainya
di terminal, saya hanya disuruh membayar 2RM kepada mereka. Dan alhamdulillah,
di antara counter-counter tiket yang sudah pada tutup karena larut malam,
tinggal ada sebuah counter yang buka. Penjaga nya adalah seorang anak kecil
seorang diri. Ketika saya tanya masih adakah tiket menuju KL malam ini, dia pun
menelpon dan bertanya pada ibunya (mungkin perusahaan ini milik orang tuanya), ternyata
masih ada, kemudian saya bayar sejumlah 40RM sesuai apa yang dibilang anak tsb.
Menurut saya harga ini termasuk mahal jika dari Johor Baru, sewajarnya sekitar
28-30RM.
Setelah
bus datang dan saya masuk ke dalam bus, alangkah kagetnya saya ternyata bus
yang saya naiki adalah kelas Super VIP,
dengan jarak antar penumpang sekitar 1,5 meter, kursi reclining seat elektronik dan di bagian paling belakang bis
tersedia kasur untuk tidur (tentunya harga tiket untuk tidur berbeda). Di dalam
bis juga tersedia FREE Wifi, sehingga walapun saat itu pulsa saya sedang habis,
saya bisa tetap connect ke Internet dan terhubung ke jejaring sosial yang saya
punya dan mengabari beberapa teman saya di FB.
Perjalanan
terasa sangat nyaman dan cepat, saat saya terbangun, saya sudah berada di
Puduraya pukul 3.00 pagi di hari berikutnya. saya pun turun dari bus dan segera
mencari rumah makan SHUKRON di dekat Pudu raya tempat langganan saya. Setelah
itu, saya berjalan jalan di sputaran Chinatown untuk sekedar menjawab rasa
penasaran saya bagaimana kondisi dan setting Petaling street di dini hari. Karena
sebelumnya, saya mendengar bahwa Petaling Steet juga diindikasikan sebagai
tempat transaksi prostitusi. Namun, yang saya lihat sangat bertolak belakang, Tak
ada aktivitas perdagangan seedikitpun.
Selanjutnya,
timbul masalah baru, karena saya sangat ngantuk sekali dan tidak ada tempat
untuk tidur, akhirnya saya berniat untuk tidur di taman kota depan Puduraya.
Tetapi ternyata semua bangku sudah penuh dengan pengembara dan gelandangan yang
ada. Ada satu bangku yang kosong tetapi dekat dengan preman-preman yang sedang
mabuk-mabukan. Yah, saya pun nekat saja duduk dekat preman tsb. Seiring
berjalannya waktu, karena saya tidak nyaman untuk tidur (sambil duduk) di situ,
maka saya pun pindah tempat ke samping restoran SHUKRON. Di situ banyak
gelandangan tidur beralskan koran, saya pun menemukan ada satu alas koran yang
nganggur dan saya nekat untuk duduk di sana, tetapi belum ada 30 detik saya
duduk, saya sudah diusir oleh seorang yang ada di sana. Yasudah, kemudian saya
pindah tempat duduk lagi, setelah berkeliling, saya menemukan tempat duduk yang
kosong, tetapi tidak bisa digunakan untuk tidur, hanya untuk duduk. Yah,
terpaksa deh saya tidur sambil duduk selama kurang lebih 2 jam sambil menunggu
LRT pertama beroperasi...
No comments:
Post a Comment